MEMBANGUN JEMBATAN YANG MENGHUBUNGKAN
Kisah Para Rasul 11:1-8
Pengantar
Tentu kita sedih bila melihat orang yang mengaku beragama tapi bersikap arogan terhadap orang lain yang berbeda, bahkan membenci dan cenderung menghakimi orang lain. Akan tetapi kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari masih saja ada orang yang seperti itu. Kemanusiaan ternodai oleh sikap arogansi dan diskriminasi. Adakah sikap seperti itu dalam kehidupan komunitas orang-orang percaya? Marilah kita merenungkannya!
Pemahaman
- Ayat 1-3: Mengapa golongan orang-orang Kristen yang bersunat berselisih pendapat dengan Petrus?
- Ayat 4-8: Apa yang telah diubahkan TUHAN dalam pandangan Petrus?
Masyarakat di sekitar gereja perdana terkotak-kotak dalam kelompok yang berbeda-beda yaitu golongan orang Yahudi yang bersunat dan golongan orang-orang non Yahudi yang tak bersunat. Aturan kehidupan sosial masyarakat Yahudi pada waktu itu melarang golongan bersunat berelasi dengan golongan tak bersunat. Oleh karenanya Petrus dianggap bersalah ketika memberikan baptisan kepada Kornelius dan melakukan pelayanan di antara golongan orang-orang tak bersunat .
Petrus mempertanggungjawabkan pelayanannya dengan memberikan penjelasan bahwa pelayanan kepada kelompok orang yang tak bersunat terjadi bukan karena keinginannya, melainkan terjadi karena pekerjaan Roh Kudus (ayat 5-7 ). Petrus pun menceritakan ulang bagaimana Roh Kudus telah mengubahkan pandangannya terhadap kelompok tak bersunat. Berelasi dan melayani kelompok tak bersunat bukanlah haram tapi justru dikehendaki TUHAN. TUHAN tak membeda-bedakan orang. Kasih-Nya diberikan kepada semua orang. Maka orang yang percaya kepada TUHAN YESUS KRISTUS juga harus membuka hati bagi kehadiran orang lain yang berbeda, mengubah pandangan yang terbelenggu tradisi lama yang kurang tepat dan mau melayani semua orang tanpa mempersoalkan latar belakang orang itu. Karya keselamatan KRISTUS telah memulihkan relasi antar umat manusia. Tugas gereja dan setiap orang percaya adalah menerima dan melayani semua orang termasuk mereka yang dari golongan berbeda sebagai saudara. Kita perlu mengingat bahwa kita diterima TUHAN apa adanya maka kita pun harus menerima dan menghargai semua orang tanpa membeda-bedakan. Karya kasih dan keselamatan dari TUHAN tak boleh dibatasi oleh tembok-tembok pemisah. Kita dipanggil membangun jembatan yang menghubungkan dan menyatukan seluruh umat manusia.
Refleksi
Dalam keheningan ingatlah, manakah yang lebih sering kita lakukan: membangun tembok pemisah dalam relasi antar pribadi ataukah membangun jembatan yang menyatakan kasih dan rahmat TUHAN bagi semua orang tanpa membeda-bedakan?
Tekadku
Ya TUHAN bebaskanlah aku dari sikap arogan yang merendahkan orang lain. Mampukanlah aku untuk membangun jembatan yang menghubungkan semua orang dalam karya kebaikan yang menebar kasih dan keselamatan dari TUHAN.
Tindakanku
- Mulai hari ini aku akan membuka hati untuk menerima dan melayani semua orang tanpa membeda-bedakan.
- Aku akan bersikap pro aktif membangun jembatan komunikasi dan relasi dengan orang yang selama ini ingin kuhindari.