Kunci Penyempurnaan Sukacita [2]
Filipi 2:5-11
Pengantar
Melanjutkan perenungan kita kemarin, mungkin masih ada pertanyaan tersisa dalam benak kita, “Bagaimana kalau setelah mewujudkan apa yang kita imani pun ternyata masih tetap terjadi pertengkaran, sehingga kita masih tidak hidup dalam damai?” Hari ini, melalui Filipi 2:5-11, kita akan melangkah pada poin perenungan yang lebih lanjut.
Pemahaman
Ayat 5 : Mengapa rasul Paulus memberikan nasihat, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus”? Apa arti nasihat ini?
Ayat 6-8: Apa yang telah dilakukan Kristus, yang dijadikan rasul Paulus sebagai landasan nasihatnya kepada Jemaat Filipi?
Pada waktu seseorang berjuang untuk mempertahankan pemikirannya, tujuannya tentulah agar orang lain sepakat dengan pemikirannya tersebut. Upaya tersebut sebenarnya mengandung sebuah seruan yang tidak terucap, yaitu, “Taruhlah pikiranmu pada pikiranku.” Bukankah seruan yang tidak terucap itulah yang menjadi jalan bagi terjadinya pertengkaran? Coba bayangkan ketika seorang suami berseru kepada istrinya, “Taruhlah pikiranmu pada pikiranku”. Kemudian istrinya yang tidak sependapat dengan suaminya itu juga berseru, “Engkau yang seharusnya menaruh pikiranmu pada pikiranku”.
Menghadapi “perebutan kekuasaan” semacam ini, rasul Paulus memberikan nasihat praktis, yaitu agar setiap kita, dalam menjalani kehidupan bersama ini menaruh pikiran dan perasaan kita pada Kristus. Ini adalah solusi terbaik. Kristus yang menjadi standar kebenaran, bukan kehendak si suami atau si istri, bukan pemikiran si suami atau si istri, melainkan pikiran dan kehendak Allah yang menjadi patokan.
Lebih lanjut rasul Paulus menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan pikiran dan kehendak Kristus itu adalah yang nampak dalam tindakan Kristus yang merendahkan diri, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri, sehingga rela taat pada kehendak Allah sampai mati di atas kayu salib.
Refleksi
Rasul Paulus mengajak Jemaat Filipi untuk mengarahkan hati mereka kepada Kristus sebagai standar dari perilaku hubungan mereka dengan sesama, bukan pikiran dan perasaan masing-masing yang cenderung memicu terjadinya perselisihan. Sudahkah kita mengarahkan diri kita kepada Kristus dalam berinteraksi dengan sesama?
Tekad
Doa: Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk terus belajar mengenal hati-Mu, sehingga dapat menjadikan Engkau sebagai standar dalam berelasi dengan sesama. Amin.
Tindakan
Saya akan terus belajar mengenal isi hati Tuhan bukan sekadar sebatas kognitif saja, tetapi sampai menjadikannya sebagai patokan dalam belajar merendahkan diri untuk melakukan kehendak Bapa.