Jumat, 6 Februari 2015
I Korintus 9:16-23
Pengantar
Rudi dan Shinta (bukan nama sebenarnya) adalah pasangan muda yang baru saja dikarunia anak oleh TUHAN. Buah hati mereka itu harus beristirahat dan dirawat secara intensif di rumah sakit karena menderita kelainan jantung. Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Shinta harus keluar dari pekerjaan karena harus menunggu dan mendampingi sang anak di rumah sakit. Rudi harus bekerja siang dan malam untuk memperoleh penghasilan tambahan. Keluar dari pekerjaan dan bekerja siang dan malam tentu bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Namun,ada dorongan kuat yang membuat mereka memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan dan melakukan apapun untuk buah cinta yang telah TUHAN anugerahkan kepada mereka. Kasih kepada buah hati, yang menguasai kedua orangtua muda ini. Dan kasih itu adalah kasih dari ALLAH Bapa yang telah memberikan mereka kepercayaan menyandang predikat baru sebagai orangtua. Kasih ALLAH didapatkan dari pengenalan akan Injil yang diberitakan kepada kita.
Pemahaman
- Ayat 16-18 : Mengapa kita memberitakan Injil?
- Ayat 19-23 : Bagaimanakah seharusnya kita memberitakan Injil?
Bagi rasul Paulus memberitakan injil itu adalah suatu keharusan. Sesuai kesaksian Paulus, dorongan kuat untuk memberitakan Injil tidak datang dari dirinya sendiri. Itu sebabnya Paulus tidak menghendaki upah dan tidak menuntut haknya sebagai pemberita Injil. Jika demikian dari manakah dorongan yang kuat itu? Dorongan yang kuat itu justru dari Injil itu sendiri. Bagi Paulus, Injil adalah kekuatan yang membebaskan sekaligus memberikan kerelaan baginya untuk melayani orang lain. Kekuatan inilah yang mendorong Paulus untuk berusaha agar sebanyak mungkin orang mendengar dan menerima Injil.
Semangat Paulus untuk memberitakan Injil sangat kuat, sehingga dia tidak mementingkan dirinya (tidak menuntut upah). Sebaliknya, Paulus justru menyediakan dirinya untuk menjadi hamba atau pelayan bagi setiap orang yang dia layani, baik orang Yahudi maupun non Yahudi. Bahkan Paulus rela menempatkan dirinya sejajar dengan orang-orang yang “lemah”. Sikap Paulus yang rendah hati sekaligus tanpa pamrih bukanlah sikap yang populer. Di zaman sekarang pun, tidak banyak pemberita Injil yang rela bersikap seperti Paulus. Paulus rela mengambil sikap yang tidak populer demi tersebarnya Injil kepada sebanyak mungkin orang. Tujuan Paulus hanya satu bagaimana orang dapat mengenal Injil dan menghidupi Injil itu.
Refleksi
Ambillah waktu hening sejenak! Tanyakan pada diri Anda, “sudahkah saya mengalami kekuatan yang membebaskan dari Injil?” Sejauh ini, apakah saya sudah memberitakan Injil kepada orang lain?
Tekadku
Ya TUHAN, mampukan aku menghayati bahwa Injil adalah kekuatan yang membebaskan. Mampukan juga aku agar dapat menyampaikan Injil itu kepada orang lain sehingga mereka juga mengalami yang kurasakan.
Tindakanku
Hari ini aku ingin mengalami kekuatan Injil yang membebaskanku. Aku juga akan menyampaikannya kepada orang terdekatku. Aku akan menceritakan pengalamanku kepadanya.